Rabu, 11 Februari 2015

Keimanan Kepada Taqdir




Berkata Ahlul ‘ilmi : keImanan kepada Qadha dan Qadr mengandung empat perkara.
1.      علم الله [Ilmu Allah] : yaitu engkau mengimani bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu, dan ini banyak Allah sebutkan dalam al Qur’an luasnya ilmu Allah mencakup segala sesuatu, sebagaimana firman Allah : “agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”.[QS. Ath thalaq: 12] juga dalam firman Allah yang lain : Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" .[QS.Alan’am :59] bahwasanya ilmu Allah mencakup, meliputi segala sesuatu, dan bahwasanya Allah telah mengetahui sejak tidak ada permulaannya, Dia telah mengetahui apa yang telah terjadi, dan yang sedang terjadi, dan apa-apa yang akan terjadi dan apa yang tidak terjadi dan kalau terjadi Dia mengetahui bagaimana terjadinya, tidak ada tersembunyi sedikitpun dari ilmu Allah. Maka Ilmu Allah maha luas meliputi segala sesuatu, bahkan Allah telah mengetahui jumlah penghuni Surga dan Neraka, dan apa yang sudah ditaqdirkan oleh Allah tidak akan pernah bertambah apalagi berkurang,Dia maha mengetahui apa yang telah mereka ‘amalkan kita yakini ini semua dan kita beramal, dan kita tidak berdebat dengan Qadha dan Qadr, tidak boleh pula kita katakan : bagaimana dan kenapa ? dan bagaimana pula Ia bisa menghisab sesuatu apa yang telah Ia taqdirkan ? dan lain sebagainya dari igauwan, kritikan kepada Allah dan penyia-nyiaan waktu.
Kewajiban kita hanya melaksanakan ketaatan dan menjauh dari kemaksiatan, bukanlah hak seorang hamba untuk meneliti rahasia-rahasia Allah dan mendebatinya, tugasnya hanyalah beramal, oleh karena itu tatkala Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam mengkhabarkan kepada para Shahabatnya : bahwasanya tidak ada seorangpun dari mereka kecuali telah di tuliskan tempatnya diSurga atau tempatnya diNeraka, para Shahabatpun berkata : Wahai Rasulullah tidakkah kita tawakkal saja dan tidak beramal ? maka Rasulullah menjawab : Tidak, beramallah kalian karena setiap kalian akan dimudahkan pada apa yang telah diciptakan untuknya, dan Allah berfirman : sesungguhnya usaha kalian memang berbeda-beda. ۝ Adapun orang yang memberikan [hartanya di jalan Alla]) dan bertakwa, ۝ dan membenarkan adanya pahala yang terbaik,۝ maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. ۝[QS. Al Lail : 4-7] Maka sebab dari hamba itu sendiri, apakah dia akan bahagia atau sengsara, Allah berfirman : Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,۝ serta mendustakan pahala terbaik,۝ maka kelak Kami akan menyiapkan baginya [jalan] yang sukar.[QS.Al Lail : 8-10] maka yang diminta dari kita hanyalah ber’amal Shalih dan meninggalkan amalan-amalan yang jelek.
Adapun berhujjah dengan Qadha dan Qadr maka tidak ada udzur lagi, karena Allah telah menjelaskan kepada kita kebaikkan dan kejelekkan maka tidak ada disana udzur, maka siapa yang terjatuh pada perkara-perkara yang susah karena sebab mereka masuk pada suatu perkara yang bukan kekhususan bagi mereka, lalu dia mengatakan : jika memang Allah telah menetapkan kepadaku untuk masuk Surga, maka aku akan memasukkinya, dan jikalau Allah telah menetapkan kepadaku untuk masuk kedalam Neraka, aku akan memasukkinya, dan saya tidak mau beramal sesuatu apapun.
Maka kita katakan kepada orang ini : engkau jangan mengatakan seperti ini pada dirimu, apakah engkau hanya duduk dirumah dan tidak mau mencari rizqi, lalu engkau katakan : jika Allah telah menetapkan kepadaku rizqi niscaya Dia akan mudahkan untukku ? atau engkau keluar dan berusaha mencari rizqi ? Binatang ternak dan Burung-burung saja tidak duduk-duduk didalam sarangnya, bahkan mereka keluar mencari rizqi, telah datang dalam sebuah hadits : “kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan memberikan rizqi kepada kalian sebagaimana Ia memberikan rizqi kepada burung, yang pergi dalam keadaan kosong perutnya lalu pulan sudah dalam keadaan kenyang”…maka Allah telah memberikan fithrah untuk mencari rizqi, dan melakukan usaha sebab-sebab yang bisa mendatangkan rizqi, padahal dia Cuma binatang, sementara anda adalah seorang yang berakal !
Dan juga : jikalau ada seseorang mencuri hartamu, apakah engkau akan mengatakan : ini sudah Qadha dan Qadr, lalu anda tidak berusaha mencari dan mengadukannya ? ini mustahil ! maka jangan berhujjah dengan Qadha dan Qadr.
2.      الكتابة [penulisan] : yakni engkau mengimani bahwasanya Allah telah menulis takdir-takdir segala sesuatu sampai hari kiamat, Allah telah tulis 50 ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Segala sesuatu yang terjadi telah ditulis dan sungguh telah selesai penulisannya, pena telah kering dan lembaran telah dilipat, maka apa-apa yang akan menimpamu tidak akan pernah salah, dan apa-apa yang terluput darimu tidak akan pernah menimpamu. Maka apabila ada sesuatu menimpamu jangan engkau katakan seandainya aku melakukan ini pasti tidak akan menimpaku. Dikarnakan ini sudah ditulis dan pasti akan terjadi sesuai dengan takdir yang telah ditulis maka tidak ada lagi tempat lari darinya apapun yang engkau lakukan. Jika ada yang mengatakan : bukankah telah datang dalam sebuah hadits yang shohih : “ siapa yang senang untuk diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya dia menyambung silaturahmi” hadits yang dikeluarkan oleh al Imam al Bukhary [ 1925], dan Muslim [ 4639] dari hadits Anas bin Malik. Dan demikian dikeluarkan oleh keduanya dari hadits Abu Hurairah : al Bukhary [ 5526], Muslim [4638].
Maka jawabannya : Iya, akan tetapi orang yang diluaskan rizqinya ini dan dipanjangkan umurnya, ini terjadi karena sebab dia menyambung silahturahmi, sungguh telah ditulis baginya hal yang demikian itu, telah ditulis bahwasanya dia akan menyambung silahturahmi, dan bahwasanya akan diluaskan baginya rizqinya dan akan dipanjangkan umurnya. Adapun sabda Rasul ‘alaish shalatu wasalam : [siapa yang senang…ilaa akhiril hadits.] adalah motivasi untuk kita bersegera menyambung silahturahmi.
Ketahuilah bahwasanya penulisan dilauh al Mahfudh datang setelahnya penulisan-penulisan yang lain, diantaranya : bahwasanya janin yang didalam perut ibunya apabila sempurna 4 bulan diutus kepadanya Malaikat penjaga rahim maka Malaikatpun meniupkan Ruh pada Janin tersebut dan diperintahkan untuk menulis 4 kalimat : tentang rizqinya, ajalnya, ‘amalannya, dan apakah dia sengsara atau bahagia, maka penulisan ini selain penulisan di lauh al Mahfudh,  disebutkan oleh para Ulama : penulisan Umriyah, yakni nisbah kepada Umur. Ini terjadi apabila sempurna 4 bulan :[ 120 hari,] oleh karena ini engkau melihat bahwasanya Janin apabila sempurna 4 bulan mulai bergerak karena telah masuk ruh padanya, dan sebelum itu dia hanya segumpal atau sepotong dari daging.
Demikian pula disana ada penulisan yang lain yang terjadi pada setiap tahun yaitu pada malam lailatul Qadr, karena sesungguhnya pada malam lailatul Qadr Allah menulis padanya apa yang terjadi pada tahun itu, sebagaimana Allah berfirman : sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. ۝ Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.[QS. Ad dukhan : 3-4].
Juga disebutkan oleh para ‘ulama disana ada taqdir yaumy : yaitu apa yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah dari keseharian mereka kemudian ditulis oleh para Malaikat.
3.      المشيئة  [kehendak ] : yaitu engkau beriman bahwasanya segala sesuatu dengan kehendak  Allah, tidak keluar dari kehendak Allah sesuatupun.tidak ada perbedaan antara yang terjadi dari apa-apa yang merupakan kekhususan bagi Allah seperti menurunkan hujan, menghidupkan orang mati, dan yang semisal dengan itu, atau dari apa-apa yang diajarkan-Nya kepada Makhluk seperti sholat, puasa dan yang semisal dengannya, maka setiap ini semua atas kehendak Allah. Allah berfirman : [yaitu] bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. ۝ Dan kamu tidak dapat menghendaki [menempuh jalan itu] kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.[ QS. At Takwir: 28-29] dan Allah berfirman : Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.[ QS.al Baqarah : 253] Allah menjelaskan kepada kita bahwasanya tidak ada kehendak bagi kita kecuali dengan kehendak Allah, artinya kehendak kita bergantung berkaitan dibawah kehendak Allah, dan bahwasanya perbuatan kita terjadi dengan kehendak Allah : ﴿ ولو شاء الله مااقتتلوا ﴾  setiap segala sesuatu  maka sesungguhnya terjadi dengan kehendak Allah, tidaklah terjadi pada kekuasaan-Nya apa yang tidak dikehendaki selamanya, oleh karna inilah telah sepakat kaum Muslimin atas kalimat yang agung ini : { ما شاء الله كان, وما لم يشأ لم يكن }.
Allah memiliki kehendak, dan hamba-hamba juga memiliki kehendak, akan tetapi kehendak hamba terkait atas kehendak Allah, bukan kehendak hamba semata ! oleh karna itulah Allah berfirman : Dan kamu tidaklah berkehendak, kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[QS.al Insan : 30]dan juga firman Allah : Dan kamu tidak dapat menghendaki, kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.[QS. At Takwir : 29] Allah menjadikan bagi dirinya ada kehendak dan ini merupakan sifat Allah, dan Allah menjadikan kehendak bagi hamba-hamba-Nya dan ini merupakan sifat mereka, dan Allah mengkaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya, Dan ini Untukmu wahai penganut faham Qadariyyah : yang kalian menafikan kehendak Allah bagi perbuatan-perbuatan Hamba, kalian jadikan kehendak, keinginan dari perbuatan-perbuatan Hamba secara muthlak, tersendiri, tidak ada kaitannya dengan Allah ! dan seperinilah madzhab kalian dan saudara kalian Mu’tazilah yang sesat lagi menyesatkan.
Adapun engkau wahai penganut faham Jabriyyah bertolak belakang dengan faham sesat lagi menyesatkan diatas, kalian katakan bahwasanya : tidak ada bagi hamba kehendak ! kehendak itu hanya bagi Allah !? seorang hamba itu bergerak tanpa ikhtiyar dan keinginannya, yakni seperti robot bergerak yang dikendalikan. Aneh bin ajaib, madzhab kalian ini juga sama seperti diatas sesat lagi menyesatkan masuk pada 72 golongan yang semuanya masuk neraka. Naudzubillah..
Adapun Ahlus sunnah wa jama’ah : mereka berjalan ditengah-tengah madzhab kalian, yaitu mereka menetapkan dua kehendak, yaitu kehendak Allah dan kehendak Hamba, akan tetapi mereka menjadikan kehendak hamba terkait dengan kehendak Allah, Allah berfirman : “dan tidaklah kalian berkehendak” pada ayat ini penetapan kehendak bagi manusia, sedangkan firman Allah : “kecuali apabila dikehendaki oleh Allah”[QS.at Takwir : 29] padanya penetapan kehendak bagi Allah. Maka pada ayat ini bahwasanya kehendak hamba bukanlah tersendiri atau berdiri sendiri namun dia berkaitan dengan kehendak Allah. Dikarnakan hamba adalah makhluk dari makhluk-makhluk Allah, Allah menciptakannya dan mencipta kehendak dan keinginan mereka, oleh karena itu sebagian manusia pernah berkata kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : ماشاء الله وشئت  [ kehendak Allah dan kehendakmu] maka Rasul mengatakan : Apakah engkau menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah ?[ yakni sekutu dalam kehendak] katakanlah : ماشاء الله وحده [atas kehendak Allah semata]. Tatkala telah sampai kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam suatu kaum yang mengatakan : ماشاء الله وشاء محمد [atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad]. Maka beliau mengingkari hal yang demikian itu dan mengatakan : قولوا : ماشاء الله ثم شاء محمد [ katakanlah atas kehendak Allah kemudian kehendak Muhammad].
4.      الخلق والإيجاد [Penciptaan pengadaan] : yaitu engkau mengimani bahwasanya segala sesuatu Makhluk bagi Allah, karna firman Allah : Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.[ QS. Az Zumar :62] dan Allah berfirman : dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia telah menetapkan  satu ketetapan.[QS. Al Furqan :2] maka segala sesuatu yang terjadi sesungguhnya makhluk bagi Allah dan Allah yang telah mengadakannya. Dan firman Allah : Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang [masing-masing] tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.[ QS.al A’raf: 54] dan juga firman Allah : Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.[QS.al Hadid :22]
Dan dalil-dalilnya sangat banyak sekali.
Manusia adalah makhluk Allah dan juga perbuatannyapun makhluk Allah, Allah berfirman tentang Ibrahim yang berkata kepada kaumnya : Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." [QS.ash Shaffaat : 96] maka perbuatan adalah makhluk Allah, akan tetapi yang melakukan perbuatan adalah hamba, bukan Allah, akan tetapi Allah-lah yang menciptakan perbuatan ini namun hamba yang melakukan, maka penciptaan dinisbahkan kepada Allah, dan usaha dan perbuatan dinisbahkan kepada hamba. Allahul Muwaffiq.
Setiap sesuatu yang terjadi adalah makhluk Allah, akan tetapi tidaklah dari sifat-sifat Allah itu adalah makhluk, al Qur’an sebagai contoh, yang diturunkan kepada Muhammad Shalallahu Alaihi wasallam bukan Makhluk, karena Al qur’an adalah kalam Allah, dan kalam adalah sifat dari sifat-sifat Allah, bukan Makhluk. Allahul Muwaffiq.
Inlah 4 tingkatan keimanan kepada Qadha dan Qadr ! wajib bagimu untuk beriman kepada semuanya, jikalau tidak maka engkau tidak beriman kepada Qadr.
من ثمرات جليلة الإيمان بالقدر عظيمة جدا, ومنها :
Bahwasanya seseorang akan mengetahui segala sesuatu pasti akan terjadi sebagaimana perintah Allah, maka diapun meresa lapang.
Apabila seseorang ditimpa kesempitan maka dia akan bersabar, dia akan mengatakan ini dari datang dari Allah, namun apabila dia diberikan kelapangan rizqi dia bersyukur kepada Allah dan mengatakan ini dari Allah. Dan telah tsabit dari Nabi Alaihish shalatu wasalam bahwasanya beliaumengatakan : Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkaranya semuanya baik, jika dia ditimpa kelapangan maka dia akan bersyukur maka ini kebaikkan baginya, dan jika dia ditimpa kesempitan maka dia bersabar maka ini kebaikkan baginya. Dikarnakan seorang mukmin itu dia beriman bahwasanya segala sesuatu terjadi dengan ketentuan Allah, sehingga diapun menjadi selalu senang dan lapang dada, dikarnakan dia mengetahui tidaklah sesuatu terjadi menimpanya melainkan itu datang dari Allah, jika itu adalah kesempitan maka dia menunggu pertolongan dari Allah, kembali kepada Allah. Namun jika yang menimpanya adalah kelapangan maka dia bersyukur dan memuji Allah dan dia mengetahui hal yang demikian itu terjadi bukan karena usaha dan kekuatannya, akan tetapi karena keutamaan dan rahmat Allah Azza wa Jalla. Allahul Muwaffiq.
وقوله : خيره وشره :
[yang baik dan yang buruknya]
Kebaikkan adalah apa yang manusia bisa merasakan manfa’atnya berupa ilmu, harta banyak, kebaikkan, kesehatan, keluarga, anak-anak, dan yang semisal dengan itu.
Sementara kejelekkan kebalikkan dari kebaikkan, berupa kejahilan, kemiskinan, sakit, kehilangan harta dan anak-anak dan yang semisal dengan itu.
Semuanya ini dari datang dari Allah Azza wa Jalla kebaikkan dan kejelekkan, karena sesungguhnya Allah mentaqdirkan kebaikkan karena ada hikmahnya, dan mentakdirkan kejelekkan karena ada hikmahnya, sebagaimana Allah mengatakan : Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan [yang sebenar-benarnya]. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.[QS.al Anbiyaa:35]
Jika ada yang mengatakan : bagaimana cara  kita bisa mengkompromikan antara sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : وأن تؤمن بالقدر خيره وشره  [ dan engkau beriman kepada Qadr baik dan yang buruknya], dengan sabda Rasulullah : الشر ليس إليك  [ kejelekkan itu bukan kepada Engkau]  dalam hadits ini Allah menafikan kejelekkan kepada diri-Nya.
Maka jawabannya adalah : sesungguhnya murni kejelekkan semata tidak pernah terjadi pada perbuatan Allah selama-lamanya.!
Murni kejelekkan semata yang tidak ada kebaikkannya ini tidak mungkin pernah untuk didapati pada perbuatan Allah selama-lamanya, ini dari satu sisi. Walaupun secara dhahir dimata makhluk apa yang telah Allah taqdirkan merupakan kejelekkan, namun sesungguhnya akibat dari itu semua adalah sesuatu yang terpuji, kejelekkan pada suatu kaum namun kebaikkan pada kaum/makhluk yang lain. Sebagi contoh :
Ketika Allah menurunkan hujan deras, banyak, lama, sehingga merusak menenggelamkan tanaman-tanaman, ladang, sawah dan lain sebagainya, akan tetapi memberikan manfa’at kepada makhluk yang lain, bumi, ummat yang lain, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya yang bermanfa’at kepada makhluk yang lainnya. Kejelekkan dinisbahkan kepada suatu kaum yang mengalaminya, padahal sebenarnya adalah kebaikkan bagi dia sendiri, jika dia mengharap pahala dari Allah atas musibah yang nimpanya, atau dia muhasabah dirinya jangan-jangan musibah ini datang karena adanya kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan tanpa disadari, atau lain sebagainya yang semestinya dia menganggap kejadian itu semuannya adalah kebaikkan. Dan kebaikkan dinisbahkan kepada suatu ummat atau makhluk yang lainnya. Allahul Muwaffiq.
Sisi yang kedua : bahwasanya kejelekkan yang ditaqdirkan oleh Allah kepada Makhluknya hakikatnya adalah kebaikkan, dikarnakan apabila dia bersabar dan mengharap pahala dari Allah maka dia akan memperoleh dari yang demikian itu pahala yang besar yang berlipat ganda daripada kejelekkan yang diadapatkan.
Kemudian kita katakan : sesungguhnya kejelekkan hakikatnya bukan pada perbuatan Allah semata, akan tetapi pada maf’ulnya [ obyek].
Pada maf’ulnya inilah kejelekkan dan kebaikkan, adapun perbuatan Allah itu sendiri adalah kebaikkan semata,  oleh karena itu Allah berfirman : قل أعوذ برب الفلق ۝ من شر ما خلق ۝ [Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai subuh, ۝ dari kejahatan makhluk-Nya, ]yakni kejelekkan yang Allah telah ciptakan.
Coba perhatikan contoh berikut ini : jikalau ada orang sakit disisimu lalu kemudian engkau katakana kepadanya : sesungguhnya obat dari penyakitmu ini adalah engkau harus di kay dengan api [ pengobatan dengan cara besi yang dipanaskan ] lalu engkaupun mengkaynya, maka besi panas itu tidak diragukan lagi sakitnya bukan main. Akan tetapi perbuatan engkau ini yang mengkay  bukan perbuatan jelek, bahkan kebaikkan bagi orang yang sakit itu, iya kan ? maka setelah itu engkau hanya menunggu akibat yang baik dari reaksi pengobatan yang engkau lakukan tadi, demikian pula perbuatan – perbuatan Allah yang makruhaat, maka sesuatu-sesuatu yang terdapat padanya kejelekkan dengan dinisbahkan kepada perbuatan Allah dan penciptaannya adalah kebaikkan semata.
Jika ada yang mengatakan : bagaiman kita bisa mengkompromikan antara ini dengan firman Allah : ﴿وما أصابك من حسنة فمن الله وما أصابك من سيئة فمن نفسك  [Apa saja kebaikkan  yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja kejelekkan  yang menimpamu, maka dari  dirimu sendiri.][QS.an Nisaa : 79]
Maka fir man Allah : “ Apa saja kebaikkan yang kamu peroleh adalah dari Allah” yakni : dari keutamaan Allah yang Ia anugrahkan kepada engkau baik dari awal dan akhirnya.
Adapun firman Allah : “ Dan apa saja kejelekkan yang menimpamu maka dari dirimu sendiri”. Yakni : engkaulah sebabnya, jikalau tidak maka yang mentaqdirkannya adalah Allah,  akan tetapi engkaulah sebabnya sebagaimana firman Allah : ﴿وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar [dari kesalahan-kesalahanmu][QS.as Syuraa : 30] Allahul Muwaffiq.
RINGKASAN PEMBAHASAN
Bahwasanya setiap sesuatu yang terjadi dengan taqdir Allah sama saja apakah itu baik ataupun jelek.
Adapun kebaikkan maka ini jelas perkaranya, bahwasanya dari Allah.
Adapun kejelekkan maka kita katakan : sesungguhnya kejelekkan bukan dari perbuatan Allah, bahkan pada Maf’ulnya [ obyek],  dan kita katakan juga maf’ulnya inilah yang terjadi padanya kejelekkan namun kebaikkan dari satu sisi, entah itu kebaikkanya kepada yang tertimpa musibah itu sendiri atau kepada yang lainnya. Sebagai contoh telah kita sebutkan diatas tentang hujan.
Atau kita katakan : Musibah yang menimpamu kejelekkan dari satu sisi dan kebaikkan dari sisi yang lain, dikarnakan kejelekkan yang menimpamu ini padanya terdapat pahala besar untukmu, juga bisa jadi ini sebagai sebab akan mengkokohkan kamu dan menjadikan kamu mengetahui betapa besar nikmat Allah kepadamu dari atsar musibah yang menimpamu. Allahul Muwaffiq.