Sabtu, 17 Januari 2015

SEBUAH CACATAN UNTUK …“ TAJDID Buletin Jum’at Edisi 105 Tahun V 2013 : 26 Sya’ban 1434 H./5 Juli 2013 M.” DAN TANGGAPAN ‘ILMIYYAH TERHADAP ARGUMEN-ARGUMEN Bp. Prof. Dr. SYAMSUL ANWAR. M.A. Yang diterbitkan oleh : Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Penanggung jawab : Dekan FAI-UMP Sanawiyah, S.Ag., M.H.



Pada Buletin tersebut mereka memberi judul “ MENGAPA TIDAK RUKYATUL HILAL ?”
Mereka mengatakan….” Muhammadiyah sering dikritik dari berbagai kalangan  pada berbagai media massa ketika menjelang Ramadhan dan Idul Fitri . pasalnya, Muhammadiyah yang memakai metode hisab terkenal selalu mendahului pemerintah ( yang memakai metode rukyat ) dalam menentukan masuknya bulan Qamariyah. Hal ini menyebabkan ada kemungkinan 1 Ramadhan dan 1 Syawal  Versi Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah. Ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah dianggap tidak patuh terhadap pemerintah, ulil amri, tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasulullah SAW yang jelas memakai rukyat al-hilal.
     Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima HISAB karena berpegang pada salah satu hadits yaitu “ Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah ( idul fitri ) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari”( HR. Bukhari dan Muslim ).
Hadits tersebut ( dan juga Contoh Rasulullah SAW) *sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu yang tidak punya referensi pada Rasulullah SAW.  lalu, mengapa Muhammaddiyah bersikukuh memakai metode HISAB ?
Alhamdulillah Washalatu wasalam ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa Ahshaabihi wasallaman tasliman katsiran, amma ba’d…
Aku katakan :
Diantara salah satu prinsip dari prinsip-prinsip agama prinsip ushul yang sangat agung adalah ta’at dan Ittiba’ Sunnah Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasallam ( Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasallam )
Ta’at kepada beliau, dan menjadikan beliau Sebagai suri tauladan panutan dalam  melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh beliau dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh beliau, ini merupakan konsekwensi dari Syahadah bahwasanya beliau Rasulullah[Utusan Allah], Apa pendapat anda jika ada seseorang yang  mengaku muslim namun tidak mau menerima apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam secara keseluruhan ? atau sebagiannya ? sementara kepada beliaulah Allah Azza wajalla turunkan Al-qur’an ! beliau paling mengerti tentang al-qur’an dan beliaulah hamba yang paling afdhal secara muthlaq. Beliau adalah utusan Allah kepada manusia secara keseluruhan bahkan kepada bangsa jin. Beliau Rasul yang paling afdhal dari pada para Rasul, makhluk yang paling baik, bertaqwa, paling takut kepada Allah,  penutup para Nabi dan Rasul yang tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelah beliau, dan sungguh Allah telah melapangkan dada beliau dan meninggikan sebutan nama Beliau. Dan Allah jadikan rendah, hina siapa yang berani menyelisihi perintah beliau. Dan beliaulah orang yang diberikan oleh Allah kedudukan yang terpuji [ maqamul mahmudah ].Allah berfirman :
·         Dan pada sebahagian malam hari ber tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. [QS. Al-isra’ 79.]
Sungguh Allah memerintahkan untuk menta’atinya dibanyak ayat-ayat dalam Al-qur’an terkadang perintah tersebut digandengkan dengan perintah ta’at kepada Allah seperti dalam firman-Nya :
·          Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul [Nya] [QS. An-nisa 59.]
Terkadang pula, perintah menta’ati beliau tersebut tersendiri.
 seperti firman-Nya :
·         Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling [dari ketaatan itu], maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.[QS. An-Nisa 80.]
Juga dalam firman-Nya :
·         Dan dirikanlah Sholat, tunaikanlah Zakat, dan ta’atilah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.[QS. An-Nuur.56.]
Dan sungguh Allah Subhanahu wata’alaa telah mengancam siapa yang bermaksiat kepada beliau, dengan ancaman keras, perhatikan  firman Allah Subhanahu wata’alaa :
·          maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.[QS. An-Nuur 63.]
Yakni, ditimpakan fitnah pada hati-hati mereka berupa kekufuran, kemunafikan, bid’ah atau adzab yang pedih didunia dengan dibunuh, dihukum, atau selain dari pada itu dari adzab-adzab yang disegerakan oleh Allah Subhanahu wata’alaa terhadap pelakunya. Al-imam Ahmad Rahimahullah ta’alaa berkata : apakah engkau mengetahui apa yang dimaksud dengan fitnah ? fitnah disitu adalah kesyirikan, bisa jadi seseorang yang menolak sebagian ucapannya lalu ditimpakan kepada hatinya sesuatu dari penyimpangan maka diapun binasa. Wal’iyadzubillah…
Sungguh dengan mentaati dan Ittiba’ kepada beliau sebab mendapatkan hidayah,  kecintaan Allah dan maghfirah-Nya. Allah berfirman :
·          Katakanlah: "Jika kamu [benar-benar] mencintai Allah, ikutilah aku[ Muhammad], niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[QS. Ali ‘Imran 31.]
Dan firman-Nya juga :
·          Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan [amanat Allah] dengan terang."[QS. An-Nuur 54.]
Maka jika kalian ingin mendapatkan petunjuk, kecintaan dan Ampunan Allah.. sementara tidak ada lagi ucapan yang paling baik lagi benar dan petunjuk yang paling baik lagi lurus selain dari Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka camkan firman Allah diatas, apakah kalian merasa sudah mengambil petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dari segala sisi atau alasan-alasan yang diringkas dari makalah prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. dalam beragama ? bermu’amalah ? dsbnya…
Maka sekali lagi…. bermaksiat kepada beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam, berpaling dari petunjuk beliau dalam beragama, bahkan dalam berkehidupan dari segala sisi  adalah kesesatan yang nyata. Allah berfirman :
·         Maka jika mereka tidak menjawab [tantanganmu] ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka [belaka]. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. [QS. Al-qashas 50.]
Padahal sangat jelas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menentukan masuknya ‘Ibadah bulan Ramadhan dan berakhirnya dengan rukyat. Dan ini juga di akui oleh kalian sebagaimana ucapan kalian… Hadits tersebut ( dan juga Contoh Rasulullah SAW) sangat jelas memerintahkan penggunaan dengan rukyat...lalu kenapa, atau apa yang membuat  kalian berpaling dari perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam ? apakah hujjah alasan-alasan yang diringkas dari makalah prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A...bisa menandingi perintah Rasul dihadapan pengadilan Allah kelak ? apakah kepada prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. diturunkan Al-qur’an ? apakah kepada prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. kita diperintahkan untuk bersuri taulan yang baik ? lalu kenapa kalian berpaling ?
·         Maka jika mereka tidak menjawab [tantanganmu] ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka [belaka]. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. [QS. Al-qashas 50.]
Dan  Allah berfirman :
·          Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” [QS. Al-Hasyar 7.]
Bukankah kalian sudah mengetahui firman Allah :
·         Sesungguhnya telah ada pada [diri] Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu [yaitu] bagi orang yang mengharap [rahmat] Allah dan [kedatangan] hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [QS.Al-Ahzab 21.]
Berkata Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah-: AYAT YANG MULIA INI MERUPAKAN POKOK UTAMA YANG PALING BESAR DALAM MENELADANI RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM UCAPAN-UCAPAN BELIAU, PERBUATAN-PERBUATAN BELIAU, DAN SELURUH KEADAAN BELIAU
Dan Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah -radhiyallahu ’anhu- :
...فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُ مُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
·         “maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan kepada sunnah para Khalifah Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham dan hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah .”. Hadits shohih dari seluruh jalan-jalannya.
[Bisa dilihat di Sunan Abu Dawud no. 467. Tirmidzi no. 2681 Ibnu Majah no. 42.]
Yang ke-dua; diantara prinsip dari prinsip-prinsip agama yang mulia, yang merupakan ushul manhaj Ahli Sunnah Wal Jama’ah adalah :
Mendengar dan ta’at kepada penguasa pada hal yang ma’ruf yang tidak ada sedikitpun mengandung kema’siatan kepada Allah.
Prinsip ini merupakan perealisasi dari firman Allah..
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu.”[ QS.An-Nisa’ 59]
Juga merupakan perealisasi dari sabda Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam..diantaranya :
@ Sabda Rasulullah dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiayallahu ‘anhumaa :
Barangsiapa yang melihat pada pemimpinnya suatu perkara yang tidak disukainya, maka hendaklah dia bersabar. Karena sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jama’ah sejengkal, lalu dia mati, maka matinya mati jahiliyah. “ [HR.Muslim]
@ Sabda Rasulullah dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiayallahu ‘anhu:
Sesungguhnya akan terjadi sepeninggalanku sikap atsarah dan hal-hal yang kalian ingkari.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa perintahmu kepada siapa saja dari kami yang mendapati keadaan demikian?” Beliau bersabda: “Kalian tunaikan hak yang wajib atas kalian dan meminta kepada Allah apa yang menjadi hak kalian.” [HR. Muslim]
@ Sabda Rasulullah dari Abu Hurairah Radhiayallahu ‘anhu:
Tetaplah engkau mendengar dan taat, baik dalam keadaan sulit, ataupun mudah, dalam perkara yang kau sukai dan kau inginkan ataupun tidak kau sukai serta adanya atsarah terhadapmu.” [HR.Muslim]
@ Sabda Rasulullah dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiayallahu ‘anhumaa:
Engkau tetap mendengar dan mentaati pemimpin (penguasa) meskipun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas. Tetaplah mendengar dan taat.” [HR.Muslim]
Inilah beberapa nash yang semuanya menerangkan dengan jelas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah para pengikut salaf dalam menghadapi penguasa.
 Juga terkandung beberapa adab-adab seorang da’I  terhadap penguasa, yaitu di antaranya : ketika muncul dari penguasa itu hal-hal yang mengharuskan mereka dinasehati. Tidak ada lain kecuali kesabaran dan nasehat yang di jalankan sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, di mana beliau bersabda:
Barangsiapa yang ingin menasehati seorang penguasa, maka janganlah dia tampakkan terang-terangan. Tetapi, ambillah tangan penguasa itu, ajaklah dia berbicara berduaan (sembunyi-sembunyi). Kalau dia mau menerima nesehatmu, itulah yang diharapkan. Kalau tidak, maka sungguh dia telah menunaikan hak penguasa tersebut.” [HR. Ahmad dari ‘Iyadl bin Ghanm dan Hisyam bin Hakim bin Hazim]
Inilah prinsip dan manhaj salaf yang lurus dalam menghadapi penguasa muslimin, yakni dengan lemah lembut dan memposisikan mereka sesuai dengan kedudukan mereka ketika memberikan penjelasan dan nesehat.
Imam Asy-Syaukani Rahimahullahu ta’alaa menerangkan pula:
“Seyogyanya bagi mereka yang melihat kesalahan seorang pemimpin dalam sebuah perkara, menasehati seorang pemimpin tersebut. Bukan membeberkan kejelekan-kejelekannya di hadapan khalayak ramai.”
Jadi metode dakwah terhadap penguasa muslimin ialah mendengar dan mentaatinya, menempatkannya sesuai dengan kedudukannya dan menasehatinya secara senbunyi-senbunyi dengan lamah lembut sesuai dengan kedudukannya. Sebab, cara yang demikian akan lebih mudah untuk diterimanya nasehat itu dan lebih tepat untuk menyatukan hati manusia (rakyat) terhadap penguasanya. Tidak menyebabkan mereka lari dari penguasanya, apalagi memberontak baik dalam bentuk ucapan (provokasi dan sejenisnya) maupun tindakan (mulai dari demonstrasi sampai kudeta berdarah atau pemberontakan bersenjata).
Sekarang kami Tanya, bagaimana manhaj kalian terhadap penguasa ?
Makna dan tafsiir pada ayat dan hadits-hadits diatas mendengar dan ta’at terhadap penguasa dalam hal yang ma’ruf , dan hal-hal yang berkaitan dengan adab-adab seorang da’I secara khusus dan kaum muslimin secara umum terhadap penguasa mau di palingkan kemana tafsir dan maknanya ?
Dan mana sikap kalian yang kalian nyatakan seakan-akan kalian ta’at kepada penguasa? dari sisi mana kalian menganggap kalian ta’at kepada pemerintah dan Ulil Amri ? demikian pula mana sikap kalian yang seakan-akan kalian adalah kelompok yang menjaga Ukhuwah, seperti ucapan kalian : tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, ? Dan ucapan kalian …Ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah dianggap tidak patuh terhadap pemerintah, ulil amri, ? serta mana sikap kalian yang kalian anggap mengikuti Sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, seperti ucapan kalian : hingga tidak mengikuti Rasulullah SAW yang jelas memakai rukyat al-hilal.dari sisi mana ? tolong jelaskan, kami tunggu !
Bukankah perintah dan nasehat dari pihak Pemerintah, misalkan dalam melaksanakan menentukan mulai dan berakhirnya ibadah di bulan Ramadhan hanya dengan menggunakan Rukyat yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bukan dari perkara kebaikan dan Agama ? dan menyelisihi dari hal yang demikian itu merupakan sebab terjadi perpecahan ? Bahkan merupakan hal yang terlarang dalam agama ?         
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu.” [QS.An-Nisa.’ 59.]
Ucapan kalian dalam buletin tersebut…, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu yang tidak punya referensi pada Rasulullah SAW……
Aku katakan : Ucapan ini ucapan yang bathil..yang hanya keluar dari orang-orang yang jahil semisal kalian, ucapan ini dianggap bathil dilihat dari beberapa sisi, diantaranya :
Ucapan ini mengandung KEDUSTAAN SEMATA yang mengatasnamakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam,  maka berdasarkan ucapan kalian tersebut, kami menuntut kalian untuk mendatangkan dalil tentang metode hisab versi kalian dari al-qur’an dan sunnah diatas pemahaman yang shohih yaitu di atas pemahaman as-Salafush Sholih yang merupakan generasi terbaik ummat ini bukan dibangun diatas pemahaman, pemikiran, penafsiran dari akal-akal kalian yang PENDEK tersebut, kami tunggu !
Sungguh kalian telah menggambarkan kepada ummat ini bahwasanya metode HISAB versi Muhammadiyah ada tuntunanya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, maka kita katakan Walhamdulillah.. metode Hisab astronomi atau ilmu hisab falaki tidak dikenal pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, dan masa para Khulafa`ur Rasyidin, demikian pula pada masa para imam yang empat, dan pada tiga generasi pertama dari kalangan umat ini yang telah dipersaksikan keutamaan dan kebaikannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Maka menetapkan bulan-bulan qamariyah dengan merujuk kepada ilmu astronomi dalam memulai ibadah dan juga ketika mengakhirinya, meninggalkan cara ru`yatul hilal, merupakan kebid’ahan yang nyata  tidak ada kebaikan padanya sedikitpun, dan tidak ada landasannya dari syari’at, bahkan akan semakin menjauhkan pelakunya dari Allah…”.
Berikut ini pertanyaan yang ditujukan kepada Al-lajnah Ad-da’imah Lilbuhuts Al-‘ilmiyyah wal Ifta’.
 Soal : Bolehkah seorang muslim memulai waktu berpuasa (Ramadhan) dan mengakhirinya (’Idul Fithri) berdasarkan Hisab Falaki, atau haruskah dengan cara ru`yatul hilal?
Jawab : Syari’at Islam adalah syari’at yang mudah, hukum-hukumya bersifat universal, berlaku bagi seluruh umat manusia dan jin dengan berbagai status sosial mereka, baik dari kalangan orang-orang yang berilmu maupun dari kalangan yang tidak bisa baca tulis, baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun di pelosok desa. Dengan keragaman itulah Allah telah memberi kemudahan bagi mereka dalam cara mengetahui waktu-waktu ibadah mereka. Allah telah menjadikan berbagai tanda yang bisa dikenali oleh siapapun terkait dengan masuk dan keluarnya waktu-waktu ibadah mereka. Misalnya, Allah menjadikan tenggelamnya matahari sebagai tanda masuknya waktu maghrib dan juga sebagai tanda telah keluarnya waktu ashar. Allah menjadikan hilangnya mega (cahaya merah setelah matahari tenggelam) sebagai tanda masuknya waktu isya. Allah juga telah menjadikan ru`yatul hilal – setelah hilangnya Bulan pada akhir bulan (yakni Bulan mati)- sebagai tanda awal bulan (qomariyah) dan berakhirnya bulan sebelumnya. Allah tidak membebani kita untuk mengetahui awal masuknya bulan qomariyah itu dengan suatu cara yang tidak diketahui kecuali oleh segelintir manusia, yakni dengan ilmu astronomi atau ilmu Hisab Falaki.
Karena itulah telah ada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mensyari’atkan ru`yatul hilal dan menyaksikannya sebagai tanda dimulainya waktu bershaum Ramadhan bagi kaum muslimin dan untuk mengakhiri shaumnya (’Idul Fithri) juga dengan cara melihat hilal (ru`yatul hilal) Syawwal. Demikian pula cara yang sama dalam menetapkan ‘Iedul Adha dan hari ‘Arafah.
Allah Ta’ala berfirman:
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ
Maka barangsiapa di antara kalian yang telah menyaksikan/melihatnya (hilal Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” Al-Baqarah : 185
Allah Ta’ala juga berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal-hilal itu. Katakanlah bahwa hilal-hilal itu untuk menentukan waktu-waktu bagi manusia dan juga menentukan waktu haji”. Al-Baqarah : 189
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika kalian telah berhasil melihat hilal (Ramadhan) maka laksanakanlah shaum Ramadhan, dan jika telah berhasil melihat hilal (Syawwal) maka ber’Idul Fithrilah. Jika kalian terhalangi melihatnya maka sempurnakanlah bilangan bulannya menjadi 30 hari”.
Maka beliau ‘alaihish shalatu was salam mensyariatkan dalam memulai waktu puasa berdasarkan kepastian ru`yatul hilal Ramadhan, dan ber’Idul FIthri berdasarkan kepastian ru`yatul hilal Syawwal. Beliau tidak mengaitkan penentuan hal tersebut dengan Hisab Astronomi dan peredaran bintang-bintang.
Di atas cara inilah penerapan yang berlangsung pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan masa para Khulafa`ur Rasyidin, demikian pula pada masa para imam yang empat, dan pada tiga generasi pertama dari kalangan umat ini yang telah dipersaksikan keutamaan dan kebaikannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka menetapkan bulan-bulan qamariyah dengan merujuk kepada ilmu astronomi dalam memulai ibadah dan juga ketika mengakhirinya, meninggalkan cara ru`yatul hilal, merupakan kebid’ahan yang tidak ada kebaikan padanya, dan tidak ada landasannya dari syari’at.
Kerajaan Arab Saudi berpegang dengan tuntunan yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan generasi salafus shalih berada di atasnya, baik dalam penentuan waktu bershaum dan ‘Idul Fithri, dalam berhari raya, dalam penentuan waktu haji, dan dalam menentukan waktu untuk ibadah-ibadah lainnya, yaitu dengan cara ru`yatul hilal.
Hakikat kebaikan puncak segala bentuk kebaikan adalah dengan mengikuti jejak para salaf dalam urusan agama, dan hakikat kejelekan puncak segala bentuk kejelekan terdapat dalam bid’ah yang diada-adakan dalam agama ini.
Semoga Allah menjaga kami dan anda serta kaum muslimin semuanya dari berbagai fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi. Hanya kepada Allahlah kita memohon petunjuk. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para shahabatnya.
Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhuts al-’ilmiyah wal ifta’
Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayyan
Anggota : ‘Abdullah bin Mani’
* * *
Fatwa nomor 2036 (Juz XII / Halaman 136)
Maka jelaslah penggunaan dengan metode hisab astronomi atau ‘ilmu falak merupakan sejelek-jelek  perkara bid’ah yang diada-adakan dalam agama ini dan tidak ada sedikitpun kebaikannya, dan kita khawatir apa yang mereka lakukan..kapan memulai dan kapan mengakhiri Muhamadiyah sangat istiqamah tidak akan bergeser dari apa yang diyakini selama ini. Muhammadiyah bisa kurang lebih kalau itu menyangkut ( hablumminannas ) yang membawa nilai positif bagi kemaslahatan dan kemajuan bersama. Tergolong dalam firman Allah :
·         maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.[QS. An-Nuur 63.]
Yakni, ditimpakan fitnah pada hati-hati mereka berupa kekufuran, kemunafikan, bid’ah atau adzab yang pedih didunia dengan dibunuh, dihukum, atau selain dari pada itu dari adzab-adzab yang disegerakan oleh Allah subhanau wata’alaa terhadap pelakunya.
Al-imam Ahmad Rahimahullah ta’alaa berkata : apakah engkau mengetahui apa yang dimaksud dengan fitnah ? fitnah disitu adalah kesyirikan, bisa jadi seseorang yang menolak sebagian ucapannya lalu ditimpakan kepada hatinya sesuatu dari penyimpangan maka diapun binasa. Wal ‘iyadzubillahkarena ini masalah/urusan ibadah wajib..
TANGGAPAN TERHADAP BEBERAPA ARGUMEN BAPA Prof. Dr.SYAMSUL ANWAR, M.A. MENGAPA MUHAMMADIYAH MEMILIH METODE HISAB, BUKAN RUKYAT.
Bapa Prof. Dr. mengatakan dalam buletin tersebut…Sedangkan argumen  mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut;
    Pertama, semangat Al Qur’an dalam surah Ar Rahman adalah menggunakan hisab. Yang artinya :” Matahari dan bulan (beredar) menurut  ( hisab ) perhitungan.( QS. Ar Rahman : 5)
    Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak*. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. ( QS. Yunus:5
*Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma melainkan dengan penuh hikmah.
     Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat ( beralasan ). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi SAW adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah SAWdalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim,yang artinya sebagai berikut:”Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh Sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”.
     Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang bisa melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada ( sudah ada ahli hisab/menghitung), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi.  Yusuf Al Qardawi** menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir, menegaskan menggunakan hisab untuk melakukan bulan qamariyah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali ditempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.
Aku katakan : Argumen dia ini adalah argumen yang mengandung kebathilan semata, argumen..yang diringkas dari makalah prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. Hadahullah..
Mari kita lihat apakah betul surah Ar-Rahman ayat yang ke 5… sebagaimana yang dikatakan oleh bapa prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A.Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya.?
Seperti itukah penafsirannya ?
Berkata Al-imam ‘Abdurrahman bin Nashir As- sa’dy  Rahimahullahu ta’alaa dalam tafsirnya :
﴿ الشمس والقمر بحسبان ﴾ yakni : Allah Subhanahu wata’alaa telah menciptakan matahari dan bulan, dan telah menundukkan keduanya berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, dan Taqdir yang sudah di tentukan, sebagai rahmat bagi hamba-hamba-Nya, dan sebagai bentuk pemeliharaan Allah kepada mereka, agar supaya tegak apa yang mereka laksanakan dari kemaslahatan-kemaslahatan mereka, dan agar supaya hamba-hamba mengetahui jumlah-jumlah tahun dan perhitungan.
Maka perhatikanlah… apakah ayat tersebut atau ucapan as Syekh ‘Abdurrahman bin Nashir As sa’dy Rahimahullahu ta’alaa dan yang lainnya dari tafsir Ibnu Katsir Rahimahullah ta’alaa menunjukkan ada semangat Al qur’an, atau dorongan untuk menghitungnya ? menghisab ? karena banyaknya kegunaan.
Demikian pula Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu….
Berkata asy Syekh ‘Abdurrahman Bin Nashir As sa’dy Rahimahullah ta’alaa : tepatnya pada ayat yang ke 5 ini dari surat Yunus.
Tatlaka Allah telah menetapkan Rububiyah-Nya dan Uluhiyah-Nya, Dia sebutkan dalil-dalil aqliyyah dan afqiyyah yang menunjukkan kepada hal yang dimikian itu dan menunjukkan kepada kesempurnaan-Nya, dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dari makhluk-makhluk Allah  matahari dan bulan, langit dan bumi dan semua apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah pada keduanya dari semua jenis-jenis makhluk, dan Allah kabarkan itu semua adalah tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui dan kepada orang-orang yang bertaqwa
Dan beliau juga mengatakan :
Dan pada ayat-ayat ini terdapat anjuran dan dorongan untuk tafakkur pada makhluk-makhluk Allah, melihat kepadanya dengan pandangan I’tibar , karena hal yang demikian itu akan membuka BASHIRAH, DAN AKAN MENAMBAH KEIMANAN DAN AQL, SERTA TAQWA YANG BERSIH, DAN MEMBIARKANKANNYA TANPA DIPERGUNAKAN UNTUK YANG DEMIKIAN ITU, BENTUK DARI MEREMEHKAN PADA APA-APA YANG ALLAH PERINTAHKAN, DAN MENUTUPI JALAN YANG BISA MENAMBAHKAN KEIMANAN SERTA MERUPAKAN KEJUMUDAN OTAK SEMATA.
Maka sungguh jauh apa yang dikatakan oleh bapa prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. Hadahullah..yang semata-mata muncul dari akalnya sendiri atau dari orang yang semisal dengannya, yang sebenarnya secara tidak langsung menolak hadits Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam karena tidak sesuai dengan otak kalian yang kotor tersebut ! silahkan pembaca meneliti argument-argumen dia dalam menolak hadits Rasul tentang rukyat.
 Maka makna ayat tersebut yang disebutkan oleh bapa Prof. Dr. sangat jauh sekali dengan apa yang disebutkan oleh salah satu dari para ‘Ulama as Salaf  terhadap tafsir ayat tersebut…
Kemudian argumen dia yang kedua, dia mengatakan : jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat?
Aku katakan : Argumen bapa prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A. Hadahullah.. yang kedua ini Wallahu a’lam adalah sebagai penguat untuk  argumen dia yang pertama tadi,  jika dalil ayat Al- qur’an yang dia bawakan tadi menunjukkan semangat/ spirit al qur’an, adalah hisab.. mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat? Terlebih-lebih lagi ummat beliau yang dia katakan…Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat ( beralasan ). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi SAW adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah SAWdalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim,yang artinya sebagai berikut:”Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh Sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Mengapa harus menggunakan Rukyat ! seakan-akan dia mengatakan Wallahu a’lam “ Al-qur’an saja memerintahkan untuk menggunakan hisab maka, tinggalkanlah perintah Rasul yang mengatakan Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’Idul Fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. (HR. Muslim 1080 dan An-Nasa`i 2124) !
Subhanallah…..ini merupakan perkara yang besar, perkataan yang mengesankan bahwa Al qur’an dan Hadits saling bertentangan, sehingga apa yg cocok kepada hawa nafsu diambil dan apa yang tidak cocok dengan hawa nafsu ditinggalkan, dikritik,  Wal’iyadzubillah..Apakah anda  mengambil agama ini sebagian dan meninggalkan sebagian yang lainnya ? wahai Bp. Prof. Dr…
·         Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.[QS. Al-baqarah 85. ]
anda gambarkan kepada ummat bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam orang, atau Sunnah-sunnahnya tidak punya kedudukan sehingga gampang untuk ditolak Haditsnya dengan AKAL anda ! mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat?
anda gambarkan kepada ummat Perintah Rasul yang jelas-jelas memerintahkan untuk menggunakan rukyat serta solusi yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menentukan memulai dan mengakhiri ibadah di bulan Ramadhan tersebut bisa tertandingi  dengan penafsiran ayat dari akal-akal anda atau orang-orang yang semisal dengan anda yang pendek tersebut wahai bapa prof.Dr.Syamsul Anwar, M.A.?  seperti  Rasyid Ridha, Mustafa AzZarqa, Yusuf Al Qardawi  ?
 yang… apabila perintah tersebut tidak sesuai dengan hawa nafsu kalian bertentangan dengan AKAL anda dan yang semisal dengan anda maka anda bantah dengan menyerang Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ayat-ayat Al qur’an dan hadits-hadits beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam,serta kaidah fiqhiyah anda yang bathil tersebut! seperti ucapan anda , jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat?
Lalu…orang-orang awwampun akan mengira bahwa Al-Qur’an dan Sunnah bertentangan, ini akibat dari salah satu ulah anda yang jelek tersebut ! padahal hakikatnya tidak akan pernah dan tidak akan mungkin bahwa al-qur’an dan Sunnah bertentangan sama sekali tidak.
 maka barang siapa yang menganggap bahwa al-qur’an ayat satu dengan ayat yang lainnya bertentangan, atau hadits satu dengan hadits yang lainnya bertentangan, atau al-qur’an dan hadits bertentangan… maka itu menunjukkan jeleknya tujuan dia dan pada hatinya telah terdapat penyimpangan..maka hendaknya ia bertaubat kepada allah dan bersegera meninggalkan penyimpangan tersebut. Allah Subhanahu wata ‘aalaa berfirman :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.[QS.An-Nisaa 82.]
Dan ucapan anda . Ini ditegaskan oleh Rasulullah SAWdalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim,yang artinya sebagai berikut:”Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh Sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Sungguh ini merupakan kedholiman yang besar, meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya !
Bahkan.. anda telah menghina, meremehkan, serta merendahkan Para Shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Sadar ataupun tidak sadar !.... karena ummat zaman Nabi SAW adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Lalu anda bungkus makar anda ini dengan Hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang seakan-akan pendapat anda tersebut pendapat yang benar……… Ini ditegaskan oleh Rasulullah SAWdalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim,yang artinya sebagai berikut:”Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh Sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”.
Subhanallah….betapa lancangnya ucapan anda !.... karena ummat zaman Nabi SAW adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab
Sekali lagi…Yang dengan ucapan anda ini orang-orang jahil akan meredahkan Nabi Dan para Shahabat beliau,Shalallahu ‘alaihi wasallam, karena kalian telah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya..ini karena kejahilan kalian terhadap Nabi, para Shahabat bahkan agama secara umum…anda Anggap diri anda lebih pintar, lebih tau dari para Shahabat ! bahkan wal’iyadzuillah seakan-akan lebih tau dari Allah ! seperti ucapan anda…tidak memungkinkan melakukan hisab. Dan yang semisal dengan ini.
Bertaubatlah anda  kepada Allah atas ucapan dan pendapat anda, atau pendapat orang yang semisal dengan anda tersebut sebelum nyawa sampai ditenggorokan kalian !
Maka..Cukuplah ini sebagai bukti bahwa anda dan yang semisal dengan  anda sebagai orang yang mempertuhankan akalnya lebih medahulukan akal anda yang pendek tersebut daripada mendengar dan ta’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Camkan firman Allah berikut ini :
·         Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [QS.An-Nisa 65.]
·         Dan firman Allah “Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.[QS. An-Nuur 51.]
·         Dan firman Allah “maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.[QS.An-Nuur 63.]
dan KETAHUILAH DIANTARA PRINSIP BERAGAMA ADALAH SEBAGAIMANA YANG DIKATAN DALAM Aqidah Washithiyyah Syekhul Islam Al-Imam Al-Allaamah Ahmad ibn ‘Abdul Halim ibn Taimiyyah Rahimahullahu ta’alaa
DIANTARA USHUL AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH SELAMATNYA HATI-HATI DAN LISAN-LISAN MEREKA TERHADAP SHAHABAT RASULULLAH SHALALLAH ‘ALAIHI WASALLAM. SEBAGAIMANA ALLAH MENSIFATI MEREKA  DALAM FIRMAN-NYA : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."﴿
DAN SEBAGAI BENTUK KETAATAN TERHADAP SABDA RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM : JANGAN KALIAN MENCELA SHAHABATKU; DEMI ALLAH YANG JIWAKU BERADA DITANGAN-NYA ANDAIKAN SEORANG DARI KALIAN BERSEDEKAH EMAS SEBESAR GUNUNG UHUD, NISCAYA TIDAK AKAN MENYAMAI SEGENGGAM EMAS YANG DISEDEKAHKAN OLEH SHAHABATKU, TIDAK PULA SEPARUHNYA. ( MUTTAFAQUN ‘ALAIH ).

Kemudian berikutnya… argumen  mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut;
       Ketiga, Dengan rukyat ummat Islam tidak bisa membuat kalender, Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh kedepan karena tanggal baru bisa diketahui pada H ( Demikian yang tertulis ) 1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut satu ironi besar bahwa ummat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat satu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Aku katakan :  pada argumen bapa Prof. Dr. ini minimal ada dua atau tiga permasalahan cukup berbahaya atas keislaman anda, atau minimalnya semakin menunjukkan dengan argument anda ini kejahilan anda terhadap Ad-Diin ini, bagi yang mengetahuinya..
Yang pertama anda mengatakan…. Dengan rukyat ummat Islam tidak bisa membuat kalender…..Masya Allah… jahil terhadap agama.saya Tanya kepada anda apakah ummat Islam tidak mempunyai kalender ? apakah ummat Islam tidak mempunyai system penanggalan terpadu yang jelas ? bukankah selama ini kalian juga terkadang memakai bulan-bulan dan kalender Islam ?
Ketahuilah wahai Bp. Prof. Dr… bahwasanya Islam Walhamdulillah…telah mempunyai system penaggalan yang jelas yang terstruktur dengan baik, itu merupakan karunia kenikmatan yang dianugrahkan oleh Allah sebagai bentuk kesempurnaan dari agama ini, tidak ada sedikitpun permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh hamba-hamba-Nya melainkan Ada pada agama ini, lengkap…dari mulai permasalahan yang besar, kecil, yang telah lalu ataupun yang akan datang..semua ada pada Al-qur’an ada pada Agama ini Walhamdulillah…sungguh Islam merupakan Agama yang sempurna..rahmat bagi alam semesta, agama yang diridhoi oleh Allah..tidak ada satu agamapun yang diterima disisi Allah selain Islam..siapa yang diberi oleh Allah hidayah dilapangkan dadanya untuk memeluk Islam sungguh itu merupakan kebahagian baginya didunia dan Akhirat. Tak ada kenikmatan yang lebih besar dibandingkan dengan nikmat hidayah berupa taufiq, seseorang ditunjukkan di dalam agama ini. Ditunjukkan untuk senantiasa mudah mempelajari ilmu agama ini dengan kenikmatan yang lebih besar lagi yaitu diberikan kemudahan memahami agama ini dengan pemahaman yang benar sesuai dengan apa yang difahami oleh para Shahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.
Allah berfirman :
﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا﴾
·         Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. [QS.al-Maidah : 3.]
Dan firman Allah :
·         Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.[QS.Ali ‘Imron 19.]
Dan juga firman Allah :
·         Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.[QS.Ali ‘Imron 85.]
Saya ingin Tanya kepada bapa Prof. Dr. Syamsul Anwar. M.A dan Wallahu a’lam Bapa mungkin tau jawabanya.
Siapakah orang yang pertama membuat kalender Hijriyah sebagai kalender bagi kaum Muslimin? Beliau menjadikan bulan Muharram sebagai permulaan dalam kalender Hijriyah.
Beliau adalah Shahabat yang Mulia Umar bin Al-Khoththob Radhiyallahu ‘anhu  manusia terbaik setelah Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, Kholifah kedua setelah Abu Bakr, termasuk As sabiqunal awwalun dari kalangan Muhajirin, beliau digelari dengan Al-Faruq ( karena membedakan antara al-haq dengan al-bathil ), berperang bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai peperangan, sering bermusyawarah bersama beliau dalam banyak perkara. Beliau Radhiyallahu ‘anhu termasuk salah satu diberi kabar gembira dengan surga. Dan masih banyak lagi keutamaan beliau yang tidak mungkin untuk bisa disebutkan.
Dan beliau jugalah orang yang telah memperingatkan ummat ini terhadap orang-orang semacam anda !”Waspadalah kalian dari ahlul ra’yi ( orang-orang yang mengedepankan ra’yu/pikiran ) yang mereka itu adalah musuh sunnah.sungguh berat bagi mereka untuk menghafal hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka merekapun berucap berdasarkan ra’yu, sehingga merekapun sesat dan menyesatkan.” ( I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim )
Maka diantara jasa terpenting beliau dalam Islam ini adalah membuat kalender hijriyah sebagai kalender bagi kaum Muslimin. Walhamdulillah..ini merupakan kenikmatan dari Allah semata..
Tapi sangat disayangkan bapa Prof. Dr. Wallahu a’lam Tidak menghargai jasa Shahabat yang mulia ini…Dengan rukyat ummat Islam tidak bisa membuat kalender… Dengan Ucapannya ini seakan-akan Wallahu a’lam menafikan bahwa ummat Islam tidak punya kalender..atau di akui bahwa ummat Islam mempunyai kalender namun dia tidak………..? jasa Shahabat yang mulia Umar ibn Al-Khoththob Radhiayallahu ‘anhu, yang padahal kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah mereka, beragama sesuai dengan pemahaman mereka, dan Allah tegaskan siapa yang mengikuti selain jalan para Shahabat dalam beragama maka akan dibiarkan dia larut dalam kesesatannya…yang pada akhirnya dia akan dimasukkan kedalam neraka jahannam Wal’iyadzubillah…perhatikan ayat-ayat dan hadits berikut ini :
·         Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.[QS.An-Nisa 115.]
·         “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.[QS.At-Taubah 100.]
·         Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; akan tetapi mereka tidak tahu.[QS.Al-baqarah 13.]
·         .فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُ مُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan kepada sunnah para Khalifah Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham dan hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah .”. Hadits shohih dari seluruh jalan-jalannya.
Ini merupakan salah satu prinsip dalam beragama, yaitu :
MEMAHAMI AGAMA INI DENGAN PEMAHAMAN PARA SHAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM AJMA’IN
Namun..Bapa Prof. Dr. lebih memilih ilmu astronomis dalam beragama. Dan Dr.Nidhal Guessoum…saya tidak tau siapa Dr. Nidhal Guessoum apakah orang kafir atau bukan ? yang jelas namanya bukan nama Islamy, menyerang Agama Islam, merendahkan Islam, seperti ucapannya …satu ironi besar bahwa ummat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. lalu membandingkan ummat Islam ini dengan bangsa yang KAFIR yang hidup 6000 tahun lalu dan ummatnya siapa ?…wallahul musta’an, seperti ucannya..Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat satu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Sangat disayangkan orang yang seperti bapa Prof. Dr. mengambil ucapan orang yang merendahkan Islam…1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut satu ironi besar bahwa ummat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat satu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Orang yang merendahkan agama Bapa Prof. sendiri…,anda ambil ucapannya demi untuk memperkuat Argumen-argumen anda dalam menolak Hadits Rasul Shalallahu ‘alahi wasallam tentang Rukyat..Sungguh betul-betul AKAL anda telah busuk! Orang yang setingkat anda tidak bisa menilai atau andalah orang yang sebenarnya………?
Demikianlah Bapa Prof. Dr. Syamsul Anwar.M.A. Dalam beragama. Hanya untuk mendukung argument anda, anda ambil ucapan orang yang telah merendahkan Islam…Bertaqwalah anda kepada Allah Wahai Bp. Prof. Dr. Syamsul Anwar. M.A, saya ingatkan kepada kepada kaum Muslimin, secara khusus kepada Bp.Prof.Dr. Syamsul Anwar.M.A bahwasanya membantu orang kafir dalam memerangi kaum Muslimin bersamaan cinta kepada apa yang mereka berada diatasnya berupa kekufuran, kesyirikan dan kesesatan, maka jenis yang seperti ini tidak diragukan lagi sebuah kekufuran besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, maka siapa yang membantu, menolong orang-orang kafir  dalam memerangi kaum Muslimin serta cinta kepada Agama mereka ridha terhadap apa yang mereka berada diatasnya sebuah pilihan tanpa dipaksa maka ini sebuah kekufuran yang besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kemudian ucapan anda “Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh kedepan…..
Aku katakan : Ucapannya cukup berbahaya akan keislaman anda Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh kedepan..Wallahu a’lam, anda wahai bapa Prof. Dr. betapa lancangnya ucapan anda, rukyat yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai Ramalan..sungguh anda sadar ataupun tidak sadar anda telah menuduh dengan tuduhan dusta terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai dukun, apa bedanya ucapan anda ini dengan kaum Kuffaar Quraisy yang telah menggelari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan berbagai julukan, yang diantaranya dukun, tukang Ramal Allahul Musta’an...jadi ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan agama ini mengkhabarkan berita-berita yang telah lalu atau yang akan datang sebuah ramalan…?yang namanya ramalan itu bisa jadi benar dan salah, lalu apa bedanya beliau dengan paranormal sekarang ini yang mempertontonkan kedustaannya dihadapan ummat demi mengenyangkan perutnya..?dan padahal hakikatnya orang yang tidak normal. hal ini juga tentu akan membuat Musuh-musuh Allah atau ummat Islam itu sendiri akan meremehkan dan menertawakan jika apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak benar atau sebuah ramalan. Sungguh jeleknya ucapan anda wahai Bapa Prof. Dr.
Ketahuilah wahai Bapa Prof. Dr..bahwasanya apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan apa-apa yang dikabarkan dari berita-berita yang telah lalu atau yang akan datang atau berita-berita Ghaib baik didunia atau kehidupan setelah mati..semuanya itu berdasarkan wahyu dari Allah..bukan keluar dari hawa nafsu beliau, bukan pula berita-berita yang dikabarkan oleh Jin-jin atau Syaithan-Syaithan atau hasil analisa dan prediksi dari diri beliau pribadi..namun itu semata-mata semua wahyu dari Allah Azza wajalla dan sebagai salah satu tanda nubuwah beliau.
Allah berfirman “ينطق عن الهوى ۝ إن هو إلا وحى يحى ﴾ ﴿وما
·         “ Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya, tapi itu semua wahyu yang diwahyukan”. [QS.An-Najm. 3-4.]
Sekarang anda mau tafsirkan kemana terhadap ayat ini dengan AKAL anda yang pendek tersebut ? wahai bapa Prof. Dr. Syamsul Anwar. M.A. tidakkah anda Sadar bahwa Hadits tentang Rukyat Yang jelas-jelas Shohih, yang secara tidak langsung anda tolak dengan argument-argumen yang dibangun diatas AKAL anda yang pendek tersebut hakekatnya anda telah menolak Wahyu Allah Azza Wajalla..
 Allah berfirman “ينطق عن الهوى ۝ إن هو إلا وحى يحى ﴾ ﴿وما
·         “ Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya, tapi itu semua wahyu yang diwahyukan”. [QS.An-Najm. 3-4]
Apakah anda mengambil agama ini sebagiannya lalu meninggalkan sebagiannya ?
·         Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat . [QS. Al-baqarah 85. ]
Kemudian argumen anda… mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat. Yang sebenarnya secara tidak langsung menolak hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan AKALNYA YANG PENDEK TERSEBUT  DAN KARENA BERTENTANGAN DENGAN FAKTA ILMU KESAYANGANNYA ITU YANG BERNAMA ILMU ASTRONOMI  YANG TELAH MENGALAMI KEMAJUAN PESAT[ baca : kemunduran sesat ]. Terhadap hadits tentang rukyat, Perhatikan argument-argumen dia berikut ini..
      Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariyah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi……….
      Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan kearah timur sejauh 10 jam. Orang disebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariyah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ada yang menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat, jelas pendapat ini tidak dapat dipertahankan.
Aku katakan : argument-argumen anda yang ke-empat, kelima dan ke-enam ini wallahu a’lam semuanya sebagai penguat bagi argument-argumen dia diatas untuk menolak Hadits Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam, Yang jelas-jelas menggunakan rukyat. Lalu dia jelaskan sisi-sisi Positif ketika menggunakan ilmu kesayangannya itu, dan menjelaskan sisi-sisi Negatif dan kekurangannya ketika menggunakan rukyat, bahkan untuk mendukung argument dia tersebut , tujuannya karena untuk kemaslahatan agama, ibadah kaum Muslimin seperti ucapannya… Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia…… bahkan demi untuk tidak terjadi kacau balaunya system kalender versi dia, seperti ucapanya..ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.
Sungguh perbuatan yang semacam ini adalah perbuatan yang sangat jelek…yang hampir tidak kalah jeleknya dengan orang-orang Munafiq mundah-mundahan tidak terjadi pada diri Bp. Prof. yang Allah katakan tentang mereka orang-orang Munafiq ini : Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. [QS. An-Nisa 145.]
Mereka ini lebih jelek dari orang-orang kafir, dan sungguh Allah telah membuka penutup-penutup orang Munafiq ini, dan Allah singkap, bongkar Rahasia-rahasia mereka di dalam Al-qur’an sampai-sampai Allah namakan satu surat dari nama-nama surat dalam Al-qur’an dengan surat Al-Munafiqun yang terus dibaca oleh hamba-hamba Allah..hingga sampai datang ketentuan Allah..dan agar supaya hamba-hamba yang jujur keimanannya kepada Allah hati-hati dari makar-makar mereka dan hati dari mereka..Allah telah sebutkan tiga golongan diawal surat Al-baqarah :
·         Kaum Mu’minim Allah sebutkan tentang mereka empat ayat.
·         Kaum Kuffaar Allah sebutkan tentang mereka dua ayat.
·         Kaum Munafiqun Allah sebutkan tentang mereka tigabelas ayat.
Kenapa Allah sebutkan mereka kaum Munafiqun diawal surat Al-baqarah sebanyak demikian ?karena meluasnya bahaya mereka, dan sangat kerasnya fitnah mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin, dan dikarnakan mereka menisbahkan diri mereka sebagai orang Islam..menolong membantu Islam, menampakkan iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhir..padahal hakekatnya mereka musuh Islam, Tidak ada sedikitpun keimanan didalam hatinya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,Rasul-rasul-Nya, dan hari akhir…Sungguh Allah sifati mereka ini dengan sifat yang seluruhnya sifat yang jelek : Kufur, Tidak ada keimanan, Mengolok-olok agama dan Ahlinya, Meremehkan, Condong secara keseruruhan kepada musuh-musuh Agama bergabung untuk memeranginya..Dst…………
Sementara Orang-orang jahil yang tidak punya ‘ilmu akan menilai mereka dengan Orang ‘alim, orang yang memperbaiki keadaan manusia..padahal mereka adalah orang yang berada pada puncak kebodohan dan pengrusakan…
Disebutkan Oleh Al-imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu ta’alaa..dalam Risalah fii Bayani Shifatil Munafiqin..( penjelasan sifat-sifat Kaum Munafiqin ) Sifat-sifat Nifaq yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam ada enam jenis :
1.      Mendustakan Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam.
2.      Mendustakan sebagian apa-apa yang telah datang dari Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam
3.      Membenci Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam.
4.      Membenci sebagian apa-apa yang telah datang dari Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam.
5.      Merasa senang dengan rendahnya Agama Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam.
6.      Merasa tidak suka dengan tertolongnya Agama Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Na’udzubillah mindzalik…maka renungkanlah diri anda wahai bapa Prof. Dr. Syamsul Anwar termasuk disifat manakah anda ? mundah-mundahan anda tidak termasuk dalam sifat-sifat yang disebutkan diatas.
      Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa sunah hari arafah. Bisa terjadi di makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum…Sampai pada ucapannya…ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.
Aku katakan : lagi-lagi argument anda  mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat.dengan AKALnya, yang dia secara tidak terang-terangan menolak Hadits Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka sekali lagi….dia gambarkan bahwa penolakkan terhadap hadits tersebut dihadapan orang-orang ‘awam yang mayoritasnya jahil terhadap Agama yang mulia ini dibangun di atas ilmu..tentunya dibangun di atas ilmu kesayangannya itu, yaitu ilmu astronomis, di zaman sekarang ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat,..[ baca : kemunduran sesat ]
Telah kita fahami dari pembahasan-pembahasan yang telah lalu, bahwa ilmu ini adalah bid’ah dalam agama, sejelek-jelek perkara bahkan tidak ada sedikit pun kebaikan padanya dan menjadikan pelakunya semakin jauh…jauh dari Allah..
Maka berikut ini kami bawakan lagi untuk mempertegas bagaimana sebenarnya hukum menggunakan Hisab Falaki untuk penentuan Ramadha dan ‘Idul Fitri, serta ‘Idul Adh-ha ?
Berikut ini penjelasan seorang ‘ulama terkemuka berkaliber international. Seorang ‘ulama besar yang senantiasa dinanti dan dicari fatwa-fatwanya, serta sangat dibutuhkan oleh umat bimbingan dan arahannya. Beliau adalah Asy-Syaikh Al-’Allamah Al-Muhaddits ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah. Semoga bermanfaat.
HUKUM BERSANDAR PADA HISAB FALAKI
http://www.salafy.or.id/hukum-bersandar-pada-hisab-falaki/
Asy-Syaikh ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah

Telah banyak pembicaraan tentang penggunaan Hisab Falaki untuk menentukan masuk dan keluarnya bulan Ramadhan, dan juga penentuan hari-hari raya (’ied). Maka aku memandang perlunya untuk menjelaskan hukum permasalahan tersebut kepada umat manusia di negeri ini dan juga negeri yang lain, agar mereka benar-benar di atas bashirah (ilmu) dalam menjalankan ibadahnya kepada Rabb mereka.
Maka aku katakan -wabillahittaufiq-:
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tengan mengkaitkan dengan Al-Hilal beberapa hukum yang banyak, seperti puasa (shaum), haji, hari raya (’ied), masa-masa ‘iddah, ila` (sumpah), dan yang lainnya. Karena Al-Hilal adalah sesuatu yang bisa disaksikan oleh indera penglihatan/mata, dan pengetahuan yang paling meyakinkan adalah sesuatu yang bisa disaksikan oleh mata.
Juga karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjadikan hukum permasalahan hilal ini terkait dengan ru’yah saja, karena ru’yah (yakni ru’yatul hilal) merupakan perkara alami yang sangat jelas, yang keumuman manusia bisa melakukannya. Sehingga tidak terjadi kerancuan bagi seorang pun dalam urusan agamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi, tidak menulis dan tidak pula menghitung. Satu bulan itu demikian, demikian, dan demikian, yakni terkadang 29 (hari) dan terkadang 30 (hari) (HR. Al-Bukhari 1913 dan Muslim 1080)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda :
Janganlah kalian bershaum (Ramadhan) sampai kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka (ber’idul fithri) sampai kalin melihat hilal. Jika ada awan yang menghalangi kalian (dari melihat hilal), maka sempurnakanlah bilangan (jumlah hari dalam sebulan) menjadi 30. (HR. Al-Bukhari 1906, 1907 dan Muslim 1080)
Dari sini menjadi jelaslah bahwa pedoman untuk menetapkan waktu (pelaksanaan) Shaum (Ramadhan), berbuka (’Idul Fithri), dan bulan-bulan yang lain adalah dengan ru’yah atau ikmal (menyempurnakan) bilangan hari (menjadi 30). Semata-mata lahirnya Bulan baru secara syar’i tidaklah teranggap sebagai patokan untuk menetapkan masuk dan berakhirnya bulan qamariyah. Ini berdasarkan kesepakatan (Ijma’) para ‘ulama yang mu’tabar, selama tidak berhasil ru`yatul hilal secara syar’i. Ini semua adalah kaitannya dengan penetapan waktu pelaksanaan ibadah. Barangsiapa dari kalangan orang-orang sekarang yang menyelisihi perkara tersebut, maka dia telah didahului oleh ijma’/kesepakatan (para ‘ulama) terdahulu, dan pendapatnya tersebut tertolak. Karena tidak berhak seorang pun berbicara (suatu permasalahan tertentu) sementara di sana sudah ada sunnah (hadits/ketetapan) Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam dan juga sudah ada ijma’ para ‘ulama salaf.
Adapun Hisab (perhitungan) peredaran Matahari dan Bulan, maka itu tidak bisa dijadikan patokan/penentu dalam permasalahan ini, disebabkan alasan yang telah kami jelaskan barusan, dan juga disebabkan beberapa perkara sebagai berikut :
a. Sesugguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan pelaksanaan shaum (Ramadhan) berdasarkan ru`yatul hilal, dan melaksanakan ‘Idul Fithri juga berdasarkan ru`yatul hilal, dalam sabda beliau :
Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’Idul Fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. (HR. Muslim 1080 dan An-Nasa`i 2124)
Beliau juga membatasi perkara tersebut (Ramadhan dan ‘Idul Fithri) hanya berdasarkan ru`yatul hilal dalam sabdanya :
Janganlah kalian melaksanakan shaum (Ramadhan) sampai kalian berhasil melihat hilal, dan janganlah kalian melaksanakan ‘Idul Fithri sampai kalian berhasil melihatnya. (HR. Al-Bukhari 1773 dan Muslim 1795)
Beliau memerintahkan kaum muslimin jika terdapat penghalang (sehingga hilal tidak berhasil dilihat/diru`yah) pada malam ke 30, agar menyempurnakan bilangan jumlah hari dalam bulan tersebut menjadi 30, dan beliau tidak memerintahkan untuk merujuk kepada para ahli hisab. Kalau seandainya perkataan mereka (ahli hisab) itu merupakan satu-satunya landasan (hukum untuk penentuan Ramadhan – ‘Idul Fithri) atau landasan (hukum) lain (alternatif) di samping ru’yah dalam menetapkan bulan tertentu, maka beliau pasti akan menjelaskannya. Maka tatkala tidak ternukil dari Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam hal yang demikian itu, bahkan telah ternukil dari beliau kebalikannya, maka ini menunjukkan bahwasanya tidaklah teranggap secara syar’i segala sesuatu selain ru’yah atau ikmal (penyempurnaan 30 hari) dalam menentukan bulan (qamariyyah). Ini adalah syari’at yang senantiasa terus berlaku sampai hari kiamat. Allah ta’ala berfirman
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا
Dan tidaklah Rabbmu lupa. (Maryam: 64)
Anggapan yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ru’yah dalam hadits tersebut adalah ru`yah dengan ilmu atau perkiraan kuat akan wujudul hilal, [2] atau imkanur ru`yah, [3] dan bukan bermakna ibadah dengan pelaksanaan ru`yah itu sendiri, maka anggapan ini adalah anggapan yang tertolak. Karena kata “ru’yah” dalam hadits tersebut hanya mengenai satu obyek saja, sehingga yang dimaksud dengannya tidak lain adalah ru’yah bashariyah (ru`yah dengan indera penglihatan/mata), bukan ru’yah ilmiyah (ru`yah dengan ilmu hisab). Juga karena para shahabat Nabi memahami bahwasanya kata “ru`yah” dalam hadits tersebut bermakna ru`yah dengan mata kepala, sementara mereka adalah orang-orang yang paling mengerti tentang Bahasa ‘Arab dan paling mengerti tentang maksud syari’ah ini daripada orang-orang generasi setelahnya.
Demikianlah pula, berlangsungnya praktek amalan tersebut (ru`yatul hilal) pada zaman Nabi dan zaman shahabat. Mereka sama sekali tidak menyerahkan permasalahan penetapan waktu tersebut kepada para ahli hisab.
Tidak benar pula sebuah pendapat yang mengatakan bahwasanya ketika Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda
Jika terhalangi oleh kalian awan, maka tentukanlah untuknya. (HR. Al-Bukhari 1767 dan Muslim 1799)
Beliau memaksudkan dengannya adalah perintah kepada kita agar memperkirakan posisi-posisi Bulan, supaya kita dapat mengetahui berdasarkan Hisab kapan awal masuk dan berakhirnya bulan (qamariyah).
(Pendapat tersebut tidak benar) karena kalimat riwayat tersebut telah ditafsirkan oleh riwayat :
Tentukanlah menjadi 30 hari [4] . (HR. Muslim 1796)
dan yang semakna dengannya.
Anehnya, bersamaan dengan itu, orang-orang yang menyerukan kepada penyatuan awal masuknya bulan, mereka bersandar kepada Hisab posisi-posisi Bulan baik dalam cuaca cerah maupun mendung, padahal dalam hadits itu sendiri hanya membatasi “penentuan”, yaitu ketika langit dalam keadaan mendung. [5]
b. Sesungguhnya sandaran penetapan bulan qamariyah dengan cara ru`yatul hilal adalah telah sesuai dengan maksud dan tujuan dari Syari’at Islamiyyah yang mudah. Karena ru’yatul hilal (melihat hilal) merupakan suatu perkara umum yang memudahkan kebanyakan manusia, baik dari kalangan orang-orang yang awam maupun orang-orang yang khusus, baik mereka yang hidup di pedalaman padang pasir maupun di daerah perkotaan. Berbeda halnya kalau seandainya syari’at menyandarkan hukum penetapan waktu tersebut dengan Hisab. Maka hal tersebut hanya akan menimbulkan kesulitan dan tidak sesuai (bertentangan) dengan maksud dan tujuan Syari’at Islamiyyah. Karena mayoritas umat ini, mereka tidak mengerti tentang ilmu Hisab.
Klaim yang menyatakan bahwa sifat ummi (tidak mengerti) Hisab Astronomis telah sirna dari umat ini, merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Kalaupun seandainya klaim tersebut bisa diterima, maka tetaplah yang demikian itu tidak bisa mengubah hukum Allah. Karena penetapan syari’at ini bersifat umum untuk umat (yang berlaku) di segenap masa/zaman.
c. Bahwasanya para ‘ulama umat ini pada masa awal-awal Islam dahulu, mereka semua telah sepakat tentang penggunaan cara ru’yah ini untuk penetapan bulan-bulan qamariyah, tidak dengan menggunakan Hisab (perhitungan). Tidak pernah diketahui ada salah seorang dari mereka (para ‘ulama pada awal Islam) menggunakan sistem Hisab dalam penetapan bulan-bulan qamariyah, baik ketika langit terlihat mendung dan yang semacamnya, terlebih lagi kalau langit cerah, mereka (para ulama tersebut) sama sekali tidak memakai cara Hisab.
d. Penentuan jeda waktu (antara tenggelamnya Matahari dan Bulan di ufuk barat) sehingga dengannya memungkinkan terlihatnya hilal setelah terbenamnya Matahari, jika tidak ada suatu penghalang, merupakan bagian dari perkara-perkara yang bersifat ijtihadiyah (tidak pasti) yang para tokoh ahli hisab sendiri telah bersilang pendapat dalam menentukannya. Demikian pula dalam menentukan faktor penghalang (terlihatnya hilal). Maka bersandar pada Hisab Falaki pun dalam penentuan waktu-waktu ibadah tidak bisa merealisasikan persatuan yang mereka dengung-dengungkan. Oleh karena itu datanglah syari’at ini yang memberikan ketetapan dengan cara ru’yatul hilal saja tidak dengan cara Hisab, sebagai rahmat bagi umat dan menutup segala perselisihan, serta untuk mengembalikan umat ini kepada perkara yang bisa diketahui oleh semua lapisan di manapun mereka berada.
Dan hendaklah menjadi perhatian, bahwasanya perbedaan mathla’ termasuk dari perkara-perkara yang terdapat padanya perselisihan pendapat di kalangan para ‘ulama. Hai’ah Kibarul ‘Ulama (Majelis Tinggi ‘Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia) telah mempelajari hal ini di dalam salah satu Daurah (pertemuan rutin) yang dilaksanakan beberapa waktu yang lalu, dan mereka telah mengambil sebuah keputusan yang telah disepakati oleh mayoritas, yaitu :
Sungguhnya pendapat yang paling kuat dalam hal ini adalah pendapat yang mengatakan bahwasanya di setiap negeri dapat melakukan ru’yatul hilal sendiri, serta wajib atas mereka untuk mengembalikan permasalahan tersebut kepada para ‘ulama. Ini sebagai bentuk pengamalan hadits Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam shahihnya dari Kuraib dari shahabat Ibnu Abbas.
Dari Kuraib bahwasanya Ummul Fadhl bintu Al-Harits telah mengutusnya untuk menghadap Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata : Sampailah aku di negeri Syam, dan aku selesaikan keperluan-keperluannya. Hingga terlihatlah hilal Ramadhan sementara aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku kembali ke kota Madinah pada akhir bulan. Maka bertanyalah ‘Abdullah bin ‘Abbas kepadaku, hingga kemudian dia menyebutkan tentang hilal. Ibnu ‘Abbas bertanya : “Kapan kalian melihat hilal?” Aku (Kuraib) menjawab : “Kami melihatnya pada malam Jum’at.” Kemudian dia (Ibnu Abbas) bertanya lagi : “engkau sendiri melihatnya?” Aku katakan: “Ya, dan penduduk Syam juga melihatnya. Maka merekapun melaksanakan shaum (berdasarkan ru`yah tersebut), demikian juga Mu’awiyah juga melaksanakan shaum (berdasarkan ru`yah tersebut). Ibnu ‘Abbas kemudian berkata : “Namun kami di sini melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus bershaum hingga kami sempurnakan 30 hari atau kami melihat hilal sebelumnya.” Aku (Kuraib) katakan : “Apakah engkau tidak mencukupkan (untuk mengikuti hasil) ru’yah yang dilakukan Mu’awiyah?” Maka Ibnu Abbas berkata : “Tidak, demikianlah Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam memerintahkan kepada kita.” (HR. Muslim 1087)
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa sesungguhnya ru’yatul hilal yang teranggap (bisa dijadikan patokan) adalah ru`yatul hilal negeri Makkah saja, maka pernyataan seperti ini adalah tidak memiliki sumber yang jelas dan tidak memiliki dalil atasnya. Pernyataan tersebut memberikan suatu konsekuensi bahwasanya tidak wajib berpuasa jika di daerah Makkah belum terlihat hilal walaupun di tempat lain telah terlihat hilal.
Sebagai penutup aku meminta kepada Allah untuk melimpahkan nikmat-Nya kepada kaum muslimin berupa pemahaman terhadap agamanya dan beramal dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan sunnah (hadits-hadits dan bimbingan) Nabi-Nya, dan semoga Allah melindungi mereka dari bahaya fitnah-fitnah. Semoga Allah mengangkat penguasa bagi mereka (kaum muslimin) dari kalangan orang-orang pilihan yang baik. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat.
* * *
Sumber : Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Ibn Baz (juz 15 / hal. 109-114)
[1] Pernyataan Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah yang diterbitkan di majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah (Universitas Islam) di kota Al-Madinah Al-Munawwarah – Saudi ‘Arabia, tahun 1394 H.
[2] Wujudul Hilal adalah salah kriteria penentuan awal bulan Qamariyyah berdasarkan ilmu Hisab Falaki. Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan dimulai ketika pada waktu maghrib, Matahari tenggelam terlebih dahulu dibanding Bulan setelah sebelumnya terjadi ijtima’ Matahari-Bulan. Sehingga kriteria ini murni berdasarkan Hisab, tanpa memperhitungkan apakah hilal saat itu benar-benar bisa diru`yah ataukah tidak. Berapapun ketinggian hilal saat itu juga tidak diperhatikan. Selama ketinggiannya positif, Matahari tenggelam terlebih dahulu, dan didahului ijtima’, maka berarti bulan qamariyyah sudah masuk, karena menurut mereka dalam kondisi tersebut berarti hilal sudah wujud (ada/terjadi) di ufuk langit. Kriteria ini dianut oleh Perserikatan Muhammadiyah, dan lainnya.
[3] Imkanur Ru`yah adalah salah satu kriteria penentuan awal bulan Qamariyyah berdasarkan ilmu Hisab Falaki. Kriteria ini tidak hanya menghitung kondisi wujudul hilal, tapi juga menetapkan ketinggian tertentu dan kondisi-kondisi lainnya supaya hilal memungkinkan untuk dilihat. Yakni sekadar memungkinkan secara perhitungan. Dalam penentuan ketinggian hilal saja, mereka berbeda-beda. Ada yang mematok 2 derajat, ada yang 4 derajat, ada yang 7 derajat, bahkan ada yang 12 derajat. Ada pula yang menyatakan bahwa mematok ketinggian tertentu untuk hilal tidak cukup, tapi harus dipadukan dengan faktor-faktor lain. Dan seterusnya. Kriteria ini di antaranya dianut oleh NU.
[4] Sehingga makna “perkirakanlah” adalah ikmal (menggenapkan) bilangan bulan menjadi 30 hari. Bukan bersandar kepada Hisab Falaki.
[5] Yakni kalau seandainya mereka konsekuen berdalil dengan hadits Nabi :
“Apabila hilal terhalangi atas kalian, maka tentukanlah.”
Bahwa maksud hadits tersebut adalah tentukanlah dengan menggunakan ilmu Hisab Falaki, mestinya mereka baru menggunakan Hisab Falaki ketika kondisi cuaca mendung, karena hadits tersebut hanya berkaitan ketika kondisi mendung. Ternyata faktanya, mereka tetap menggunakan Hisab Falaki, baik ketika mendung maupun cerah.
Maka pada akhirnya Bp. Prof. Dr. pun…tidak segan-segan lagi untuk menyatakan tidak lagi menggunakan Rukyat….setelah argument-argumen dia sampaikan dan setelah membuat kaum Muslimin yang mayoritasnya ‘awam, jahil terhadap agama.. meremehkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, para Shahabat, bahkan mereka akan menganggap Al-qur’an dan Sunnah bisa ditinggalkan apabila tidak sesuai dengan AKAL. Yang lebih parah lagi, mereka akan menyangka bahwa Al-qur’an dan Sunnah  saling bertolak belakang. Perhatikan kesimpulan dibawah ini dari apa-apa yang telah dia sampaikan………..
        Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu paka II untuk pengkajian perumusan kalender Islam ( Ijtima’ al Khubra’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islam ) tahun 2008 di maroko. Dalam kesimpulan dan rekomendasi ( at Taqrir al Khittami wa at Tausyah) menyebutkan : “ Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariyah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap HISAB dalam penetapan awal bulan Qamariyah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat yang disusun untuk satu tahun ( 12 bulan)”. Yang selama ini beredar secara luas.
Bersambung bagian ke-dua insya Allah….
WALHAMDULILLAHI RABBIL ‘ALAMIN……………?
Mundah-mundahan ALLAH menjadikan amalan ini ikhlash diterima disisi Allah dan sebagai pemberat timbagan amal dihari tidak lagi bermanfa’at harta dan anak keturunan kecuali siapa yang menghadap Allah dalam keadaan membawa hati yang selamat, dan mundah-mundahan Allah senantiasa mengkokohkan kita diatas Hidayah-Nya diatas jalan Ittba’ kepada  Rasulullah dan para Shahabat beliau, serta menutup amalan kita dengan husnul khotimah….amin…..
MUHAMMAD RIFQI BIN JUNAIDY AL-KALIMANTANY
*Berkata Al-imam As-Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Tadribur Rawi fii Syarhi Taqrib An-nawawi Rahimahullah ta’alaa” Dibenci menyingkat tulisan Shalawat dan Salam disini dan di setiap tempat yang disyariatkannya Shalawat, sebagaimana yang dijelaskan dalam syarah Muslim dan kitab lainnya.(  Lihat Majmu’ fatawa Asy-Syekh bin Baz Rahimahullahu ta’alaa 2/399)
**Yusuf Al Qardhawi salah satu tokoh dari tokoh-tokoh IM ( Ikhwanul Muslimin ) satu aliran sesat  dari Mesir, yang menganut dari berbagai macam faham-faham sesat diantaranya Mu’tazialah, Shufiyyah, Khawarij…pendiri dari aliran sesat ini adalah Hasan Al banna yang menganut satu aliran sesat yaitu Tareka Hushafiyyah, salah satu tarekat tashawwuf. Diantara kesesatan orang ini adalah ide dia, yaitu “ Tolong menolong dalam hal yang kita sepakati, dan saling menghormati dalam hal yang kita berbeda pendapat padanya”…kita teringat dengan taushiyah/himbauan bapa pimpinan pusat Muhammadiyah, sebagaimana yang dimuat dalam bulletin itu juga, yang diantara intinya yaitu “ Menghormati adanya perbedaan serta menjunjung tinggi keutuhan, ukhuwah yang disertai kearifan dan kedewasaan..yang dengan prinsip sesat seperti ini, gerakan IM yang dia dirikan itu menjadi ajang subur tumbuhnya aliran-aliran sesat. Karena dilindungi dan dihargai dengan prinsip : Tolong menolong dalam hal yang kita sepakati, dan saling menghormati dalam hal yang kita berbeda pendapat padanya..Dan prinsip  Menghormati adanya perbedaan serta menjunjung tinggi keutuhan……..